Minggu, 03 Agustus 2008

Mobil Bodong

Pengalaman Pahit ini terjadi lagi karena terlalu percaya dengan teman. Singkat cerita kita ditawari dengan Mobil 2nd yang hrga miring, bayangkan saja Panther tahun 1996 waktu itu ditawari Rp.25juta. Kita coba tanyakan kok bisa murah: Jawabannya katanya mobil itu sitaan Bank yang dilikuidasi (memang saat itu sedang marak2nya likuidasi bank) kira-kira tahun 2000. Sistemnya seperti leasing katanya, tapi suatu saat bisa jadi milik. BPKB katanya masih ditahan Bank, jadi kita cuma dapat STNK.
Ya itu karena saya terlalu percaya teman, akhirnya kita sepakat melihat mobil tersebut. Teman saya mengajak ke sodaranya di Solo, karena beliau katanya yang lebih tau detailnya. Akhirnya kita berangkat kesolo, disana ternyata kita diajak lagi keteman sodaranya teman saya itu, beliau seorang pelukis dan posisi masih disolo. Kita mengobrol disana dan datang lah seorang laki2 berperawakan gemuk cepak, katanya dia di AD di solo. Terus dia menelepon temannya dengan bahasa jawa, setelah itu dia bilang Panthernya sudah laku yang ada Kijang Grand Extra 1996. Tentunya lebih bgs donk. Tapi barangnya ada di Semarang katanya. Ya sudah karena kita terlanjur sudah di solo, akhirnya dengan kendaraan umum kita berangkat ke Semarang. Di sana kita dituntun untuk ketemu di Simpang Lima, tepatnya di Mall Ciputra. Mobil katanya sedang meluncur dari Jogja, oh ternyata mobil Jogja. Sampai jam 4 sore mobil belum tiba juga, akhirnya ada kabar baru besok datangnya, Akhirnya saya bilang ke ayah saya kita pulang saja, mungkin lain kali kita bailk lagi. Tapi karena mungkin ayah saya penasaran dan tanggung sudah di Semarang, akhir kita sepakat menginap. Singkat cerita kita dipertemukan dengan mobil Kijang tsb, kita periksa layaknya mau beli mobil. Kondisi mesin memang masih mulus, walau ada sedikit kerusakan di bodi tapi tidak menjadi masalah. Tidak ada tawar menawar kita setuju saja, si AD (saya lupa namanya) dia bilang yang jual mobil itu anggota polisi jabatannya sudah jenderal, kita percaya saja karena datangnya aja pakai sedan Volvo jenis Limosine warna hitam dikawal dengan mobil sejenis kijang. Ada kejadian / mungkin petunjuk ya, saat mau pembayaran, ibu saya dijakarta tidak bisa fax ke bank Mandiri di semarang, padahal itu kantor cabang. karena uang ada di bank atas nama ibu saya, jadi untuk bisa mencairkan mesti ada foto kopi ktp pemilik. padahal itu sudah jam 2 sore, jadi udah mau tutup. akhirnya kita minta waktu untuk cari wartel terdekat, 2 wartel tidak bisa terima fax, akhir nya wartel ke 3 bisa. saya dengan berlari kembali ke Bank Mandiri. Akhirnya uang bisa dicairkan, dan diserahkan ke sipemilik mobil. yang janggal lagi hanya ayah saya saja yg boleh menyerahkan uangnya, dan itu pun masuk ke mobil yg sejenis kijang, ayah saya minta kwitansi, tapi mereka bilang kita tidak menggunakan kwitansi, ayah saya marah...masak gak ada kwitansinya. Terus kita minta STNK nya, mereka bilang STNK akan dikirim ke jakarta sudah dibalik nama dengan plat L (surabaya) awalnya plat nomor Jogja. Ya sudah kita bawa mobil itu kejakarta, diperjalanan ada sedikit masalah, ban depan meledak, saat itu jam 1 pagi. Terpaksa kita dorong itu mobil sampai bengkel terdekat, masalahnya mobil itu tidak dilengkapi kunci-kunci dan ban serepnya juga kempes.
Singkat cerita mobil sudah dipakai 6 bulan, tiba2 rumah kami digrebek oleh 6 orang polisi berpakaian preman. Kami dinyatakan sebagai penadah....keluarga kami marah donk disebut begitu. akhirnya mereka bilang STNK mobil kalian palsu dan mobil Kijang itu mobil curian. Kita kaget setengah mati, kita taunya kita beli mobil dengan seorang polisi dan diperantarai seorang AD. Terus kita langsung bilang bagaimana bisa tau palsu, akhirnya mereka mengeluarkan lampu biru deteksi hologram...wah niat sekali mereka. Yang saya tidak habis pikir kenapa kok pas 6 bulan dipakai, dan mereka langsung tau dimana posisi kita. akhirnya kami menyimpulkan kenapa mereka mengirim STNK via pos. Licik benar mereka. Akhirnya kami dipanggil ke kantor polisi di solo dengan status saksi, saya dengan teman saya berangkat. Tiba disana saya dan teman saya diminta laporan dan disuruh tandatanga sebagai taersangka. Para polisi minta uang ke kami sebesar Rp. 2jt supaya perkara selesai. Saya kesitu mana bawa uang, akhirnya disuruh telepon orang tua, dan mereka bilang saya akan di tahan kalo tidak menyerahkan uang Rp. 2jt keorang tua saya. Wah kok kami udah hilang Rp.25jt eh masih diminta juga Rp. 2jt. terus saya bilang mana orng yg waktu itu jual mobil itu kesaya, pasti pak polisi tau donk karena bisa melacak rmh kami di jkt. Mereka bilang mereka semua sudah dipenjarakan. Ya sudah saya minta ganti uang kembali aja dari mereka, terus polisi itu bilang bgmn mau mengembalikan wong mereka aja dipenjara. berarti kalo orang dipenjara kewajibannya hilang juga....wahhh anehhh. ya sudah karena lagi2 gak mau berkepanjangan orang tua saya mengirim uang Rp.2jt untuk diserahkan ke kepolisian. ada titipan kata dari mereka sebelum melepas saya "Jangan ceritakan hal2 jelek yang terjadi".
Dalam hati "kapan kebaikan mendapatkan perlindungan" sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Hikmah yang saya petik:
1. Waspada dengan harga murah
2. Jangan cepat mengambil keputusan sebelum jelas masalah
3. Mau Polisi, AD, dsb belum tentu baik (ada oknum berkeliaran yg merusak citranya) kita mesti selalu curiga, bila perlu minta lihatkan identitasnya kalo mereka mengaku2.
4. Semua dilakukan untuk mendapatkan uang, seperti tidak perduli uang itu haram atau halal.

Beli Kapling Tanah di Tiga Raksa

Pengalaman yang tak terlupakan, kejadian ini sudah cukup lama masih dijaman Orde Baru, kira-kira tahun 1994-1995. Keluarga kami ditawari kapling tanah di daerah Tiga Raksa, kalo masalah harga sepertinya dibilang murah juga tidak karena saat itu posisinya masih didalam (dengan kata lain akses masih susah dibandingkan sekarang). Karena tertarik ceritanya kami mau ambil untuk investasi, kami mengambil 3 kavling yg total2 Rp. 12jt sekian. Kenapa kita begitu percaya saat itu: 1. Yang mereferensikan saudara sendiri, 2. Yang punya proyek katanya orang Bapenas (BP7) saat itu disebut2 namanya Bpk. Sukarno, 3. Kita diajak survey bareng dengan beberapa orang 1 bis ke lokasi. Singkat cerita kami mulai menyicil setiap bulan sampe saatnya mau lunas, awal2 kita datang ke orang yg mempromosikan tanah tsb sampai akhirnya kami tertarik, namanya Ibu Jaelani (Asal Ambon) untuk pembayaran bulanan, tapi bulan2 berikutnya adiknya si ibu jaelani yg datang ke rmh kita untuk penagihan. Kita dibikinkan kwitansi setiap transaksi, tapi anehnya ditengah perjalanan, Ibu jaelani bilang tanah kapling kita ditawarkan untuk pindah posisi, kita menyetujui. Tapi karena kita mulai curiga kita terus minta info jelas mslh tanah kita, tapi si Ibu Jaelani ini selalu plinplan dan mulai bersilat lidah, terus kita berencana membatalkan saja pembelian tanahnya, apa jawabnya: dengan polosnya bu jaelani bilang uang tidak dapat dikembalikan walau pa Sukarnonya di potong leher juga. Kok aneh, ya sudah kita tunggu saja. Tahun demi tahun tidak ada kejelasan sampai masuk tahun ke 10, Daerah tigaraksa sudah mulai terbangun, kita keluarga mencoba menghubungi bu jaelani lagi, tapi tidak pernah bertemu, ke rumahnya tidak ada, di telepon2 tidak pernah ditempat. akhirnya kita menggunakan pengacara untuk menyelesaikan kasus ini, beberapa kali bu jaelani dipanggil tapi tidak pernah hadir sampai saat ini. Karena kita orang yg biasa saja, tidak mampu membayar pengacara....akhirnya orang tua kita pasrah kan saja uangnya , sekedar info itu sebenernya uang warisan penjualan rumah nenek saya di ujung pandang. Begitu sedihnya ibu saya kalo mengingat hal itu, semoga Allah SWT memberikan hidayah kepada orang2 yang berbuat Zholim.
Yang perlu dicurigai:
1. Mudahnya cara transaksi.
2. Tidak menjelaskan detail siapa pemilik tanah.
3. Layout / site plan tidak dicantumkan siapa pemilik, dll
4. Tagihan dijemput dan secara cash.
5. Tidak konsisten dengan target pembayaran.
6. Informasi dengan mudah berubah
7. Tidak ada penjelasan / surat tidak sengketa dari pemda setempat.
8. Ditunjuk lokasi tapi tidak jelas batasannya.